Kamis, 08 Mei 2008

Nasionalisme Pemimpin

Diperlukan Pemimpin Berjiwa Nasionalisme
Oleh : Guinawan Trihantoro, S.Pd.I.

Nasionalisme Indonesia, setidaknya setelah 60 tahun proklamasi kemerdekaan tidak lepas dari berbagai terpaan masalah. Secara eksternal globalisasi, merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari.

Globalisasi sering dianggap mengancam nasionalisme. Ciri utama globalisasi yang menyebabkan makin pudarnya batas-batas nasional dipandang mempengaruhi kesetiaan orang pada negara atau nasionalisme. Orang semakin berfikir global dan melayani kepentingan ekonomi dan politik global daripada kepentingan nasional negaranya.

Kelahiran Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar, tak bisa dilepaskan dari imagi. Tanpa imagi, tak mungkin belasan ribu pulau dengan kekayaan keberagaman dapat bersatu di bawah satu bendera merah-putih. Imagi inilah yang melahirkan rasa nasionalisme di seantero masyarakat, dari sabang sampai merauke. Pandangan Benedict Anderson tentang imagined communities dapat mengilustrasikan tentang bagaimana imagi dapat berperan dalam terbentuknya sebuah bangsa dan negara.

Menurut Ernest Renan, timbulnya nasionalisme didasarkan kepada perasaan menderita bersama (having suffered together), sehingga dirasa perlu menjemput kegemilangan asasi (genuine glory). Ronald H. Chilote, dalam Teori Perbandingan Politik, penelusuran paradigma membagi pemahaman nasionalisme menjadi empat pendekatan; Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Nasionalisme Pembangunan Politik, yaitu bertujuan memberikan impulls ideologi dan motivasi bagi pembangunan. Nasionalisme terbangun pada pola-pola penanaman perilaku sehingga orang-orang tidak hanya mengenali bangsa mereka dengan bangga, namun juga rasa hormat dan patuh kepada pemegang kewenangan dan legitimasi pemerintahan. Nasionalisme Pembangunan Ekonomi, melalui permintaan produksi serta konsumsi dengan tingkat-tingkat yang lebih tinggi dan gaya yang lebih beragam, pemerataan distribusi dan derajat-derajat spesialisasi. Nasionalisme Pembangunan Sosial, melalui perhatian kepada kesenjangan antar kelas serta potensi mobilisasi dan agregasi. Dan pada Pembangunan Nasionalisme Budaya melalui pembangunan psikologis, menandainya penguatan sumber daya manusia, melalui lembaga pendidikan, serta pola-pola kehidupan pemikiran umum yang dibentuk oleh pengalaman keseharian maupun pengalaman generasi ke generasi.

Bangsa Indonesia telah menjalani sejarah yang cukup panjang. Dalam rentang perjalanannya, bangsa ini telah mengalami dinamika pasang-surut. Dalam dinamika itu, bangsa ini telah mengalami kemajuan. Akan tetapi, sebagai bangsa yang hidup bersama dengan bangsa lain, kita patut berkaca kepada negara lain. Ketika itu, kita akan mengerti bahwa bangsa lain lebih maju dibandingkan kemajuan yang terjadi pada bangsa kita. Karena itu, kita membutuhkan langkah-langkah mendasar untuk meningkatkan percepatan kemajuan bangsa ini agar tidak tertinggal semakin jauh.

Hal mendasar yang mungkin harus dibangun untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi bangsa ini adalah dengan menyiapkan dan mencetak kepemimpinan yang berjiwa nasionalisme. Pemimpin yang berjiwa nasionalisme merupakan langkah yang sangat fundamental dan strategis untuk menciptakan masa depan bangsa Indonesia yang lebih cerah.

Kemampuan kepemimpinan efektif yang berjiwa nasionalisme merupakan kebutuhan mutlak bagi kemajuan bangsa Indonesia apalagi menghadapi krisis multidimensi yang belum selesai ditangani dalam perkembangan strategis global.

Karena itu, kemampuan kepemimpinan dimaksud perlu terus dilatih dan dikembangkan, menghadapi perkembangan tantangan globalisasi dan pengaruhnya, serta kompetensinya yang begitu ketat dan cepat, di samping krisis multidimensi yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi.

Sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki jejak sejarah yang layak untuk diteladani. Bahkan harus diakui, sejarah masa lalu telah menampilkan pendiri bangsa yang harus diteladani karena jiwa nasionalismenya mereka sebagai pejuang yang tak hanya hebat, tetapi juga ulet dan teguh pendirian. Jiwa nasionalisme yang kuat dalam dirinyalah yang membuat mereka tak bisa didikte oleh bangsa lain. Sehingga dengan percaya diri merancang masa depan bangsanya sendiri. Mereka adalah the golden generation yang melakukan perjuangan demi bangsa berdasarkan hati nurani, kecerdasan dan wawasan yang komprehensif. Mereka cerdas dan berwawasan luas karena mereka adalah orang-orang yang memiliki jiwa nasionalisme.

Kalau dulu pemimpin dan penyelenggara Negara yang dijajah merasa dihinakan, baik secara psikologis dan fisik yang menyengsarakan. Tetapi hal itu tidak terjadi pada sebagian besar pemimpin dan penyelenggara Negara kita sekarang. Elit negara yang secara yuridis telah berdaulat justru merasa mulia karena mereka hidup dalam kelimpahan harta yang diperoleh melalui praktek kolusi dengan elite korporasi. Mereka sudah merasa menjadi tuan, walaupun sesungguhnya hanya menjadi budak untuk menghisap dan mengeksploitasi kekayaan negeri sendiri.

Inilah penyebab utama bangsa ini tidak mampu menjadi bangsa yang mandiri. Ketergantungan kepada pihak asing justru tampak semakin besar. Ini terlihat dari orientasi solusi yang diambil oleh para pemimpin dan penyelenggara negara dalam menyikapi setiap peningkatan kebutuhan. Impor beras menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan beras. Demikian juga menghadapi kekurangan gula dan daging sapi. Padahal ada solusi strategis yang lebih tepat, yaitu dengan meningkatkan produksi lewat pengelolaan pertanian dan peternakan secara intensif. Jika itu menjadi pilihan, biayanya lebih rendah dan menghemat devisa.

Realitas lain yang sangat memprihatinkan adalah ditemukannya deposit tembaga dan emas di tanah Papua. Dan deposit tersebut justru dipersembahkan untuk freeport. Begitu pula cadangan minyak di Cepu, malah diserahkan ke Exxon Mobil. Ini karena sikap inlander sebagian pemimpin kita yang tidak mampu mengelola sumber daya alam sendiri. Padahal dengan dukungan tenaga-tenaga ahli dan permodalan yang tersedia, kekayaan alam tersebut mampu dikerjakan sendiri dan bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam kontek inilah, jiwa nasionalisme adalah faktor yang sangat signifikan dalam pembangunan bangsa. Tak kurang referensi, baik berupa bukti konkret maupun dalam literatur yang mendukung bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara jiwa nasionalisme pemimpin dengan suatu bangsa. Maka bangsa Indonesia perlu mengembangkan strategi dan kemampuan kepemimpinan yang berjiwa nasionalisme bagi seluruh komponen bangsa pada berbagai sektor dan tingkatan, agar memiliki kasadaran untuk memajukan bangsa Indonesia secara bersama-sama dan mandiri. Semoga.

Tidak ada komentar: