Kamis, 08 Mei 2008

Dikpol

PENDIDIKAN POLITIK:
MENAKAR NASIONALISME GENERASI MUDA
Oleh : Gunawan Trihantoro

Suatu bangsa yang merdeka, yang ingin maju dan berkembang serta terjamin hidupnya, haruslah memiliki keyakinan terhadap kebenaran yang dianutnya, baik sebagai bangsa maupun pribadi, dan yang menjadi pedoman bagi kehidupan dan penghidupannya baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Keyakinan itu menjadi pandangan hidup bangsa yang bersangkutan.

Bagi bangsa Indonesia, keyakinan akan nilai kebenaran seperti itu pada hakikatnya telah tersurat dan tersirat dalam pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yang memberikan tuntunan sekaligus kesadaran atau pandangan tentang bagaimana bangsa Indonesia seharusnya menempuh atau menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara serta tujuan apa yang hendak dicapai dalam hidupnya.

Pokok-pokok pikiran bangsa inilah yang kemudian melandasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan atas dasar kesepakatan nasional pada tanggal 18 Agustus 1945 diterima oleh bangsa Indonesia sebagai satu-satunya pandangan hidup yang dirumuskan sebagai Pancasila. Hal itu berarti bahwa Pancasila yang penyebarannya terurai dalam dasar negara, yaitu UUD 1945. Secara resmi menjadi sumber hukum dan moral yang mengikat se;uruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, dan oleh karena itu, harus dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila yang tidak lain merupakan tuangan hati nurani dan sifat khas karakterisitik bangsa, secara hakiki tidaklah lahir pada saat tercapainya kemerdekaan, tetapi ia telah tumbuh dan berkembang melalui proses yang panjang.

Dikpol bagi Generasi Muda
Pada prinsipnya pendidikan politik (dikpol) bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menjunjung kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik itu juga harus merupakan bagian proses pembaharuan kehidupan politik banga Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang bena-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif, dan efisien.

Sebenarnya, pendidikan politik itu secara alamiah telah berjalan dan tetap akan berlangsung terus melalui berbagai interaksi sosial dalam masyarakat yang dikenal sebagai proses penghayatan nilai. Melalui penghayatan itulah generasi muda belajar, mendalami, dan melatih diri serta meyakini bahwa nilai-nilai itu adalah nilai yang terbaik dan paling sesuai dengan kondisi obyektif.alam pikiran dan perasaannya serta menurut hati nurani maupun penalarannya benar-benar merupakan bagian hidupnya.

Disinilah letak peran pendidikan politik itu. Ia berfungsi untuk lebih memberi isi dan arah pengertian kepada proses penghayatan nilai yang sedang berlangsung. Dalam hubungan ini, jelas bahwa pendidikan politik yang dimaksud ditekankan kepada usaha mendapatkan pengeritian tentang nilai yang etis-normatif, yaitu dengan menanamkan nilai dan norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan bangsa dan negara.

Dalam kaitannya dengan masa depan, hal itu perlu dalam rangka menjawab tantangan, terutama kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin lama makin maju, dan kemajuan itu selain memiliki nilai positifnya juga mengandung aspek negatif. Selain itu, dengan pendidikan politik ini diharapkan bahwa generasi muda secara dini dapat dipersiapkan untuk dengan penuh ketangguhan menghadapi setiap ancaman yang bersumber dari berbagai ideologi politik yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Nasionalisme sebagai cita-cita bangsa dalam konteks Indonesia merupakan konsensus sosial-politik yang melampaui karakter rasial, keagamaan, dan berbagai latar belakang sosial-ekonomi lainnya yang terbentuk melalui fase-fase sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia di bawah mainstream pemikiran the founding fathers dalam perjuangannya menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Perjalanan bangsa yang cukup panjang menuju cita-cita itu pada gilirannya selalu berhadapan dengan situasi-situasi baru, dimana hal itu tidak selalu memberikan semangat dan kekuatan yang menguntungkan. Bahkan sebaliknya menjadi ancaman yang signifikan bagi keutuhan bangsa yang sesungguhnya telah menemukan jati diri nasionalisme, seperti Indonesia yang tertuang dalam banyak naskah bersejarah dimana hal itu dapat kita pahami sebagai bentuk penegasan komitmen sosial di atas prinsip-prinsip konsepsi nasionalisme waktu itu.

Menurut Ahmad Doli Kurnia, nasionalisme yang sudah dibangun oleh the founding fathers, betapa dekade terakhir terasa semakin redup dari republik ini. Salah satu kritik atas meredupnya nyala api nasionalisme tersebut, tak pelak lagi kerap dialamatkan pada praktik dan budaya kekuasaan pemerintahan dan kenegaraan yang diterapkan oleh sebagian elit politik, penyelenggara negara, serta gaya hidup sebagian kalangan elit yang menimbulkan kecemburuan sosial segolongan masyarakat. Akibatnya mereduplah sikap dan perasaan senasib sepenanggungan sebagai bangsa.

Platform negara kebangsaan pun mendapat gugatan serius relevansinya. Selain itu, merebaknya praktik pemerintahan yang kerap memanipulasi nasionalisme, KKN, dan aneka kultur kekerasan yang dilakukak negara, tak pelak lagi merupakan faktor penting runyamnya national building yang kemudian merontokkan bangunan nasionalisme generasi muda kita akhir-akhir ini. Sebagian akibat kesalahan penerapan manajemen pemerintahan lama yang arogan dan otoriter.

Di samping itu, arus deras globalisasi juga telah mempengaruhi bangunan nasionalisme bangsa-bangsa saat ini. Termasuk nasionalisme Bangsa Indonesia, globalisasi juga melanda generasi muda dan cenderung menggerus wacana nasionalisme-nya. Kecenderungan yang terjadi akibat gempuran globalisasi ini sangat beragam, bahkan mengancam keberlangsungan NKRI. Munculnya kesenjangan sosial ekonomi dan berujung pada gerakan sparatisme memberikan gambaran kepada kita bahwa gelombang globalisasi ini sangat dahsyat.

Sejumlah analisa atas perkembangan dinamika sosial politik Indonesia kontemporer, khususnya terkait dengan perkembangan terkini nasionalisme generasi muda indonesia, kiranya sangat menarik untuk kita renungkan. Terlebih dalam kondisi dimana bangsa kita belum juga mampu menciptakan stabilitas sosial politik secara permanen di usia yang sejatinya sudah mencapai taraf kedewasaan dalam kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara. Fenomena ini setidaknya dapat kita lihat dan rasakan pada situasi sekarang, yakni mencuatnya sentimen priomordial di sejumlah daerah di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir, yang biasanya dimainkan melalui isu pemerataan pembangunan. Sentimen-sentimen primordial tersebut, belakangan ini semakin memperlihatkan keberaniannya melalui fakta maraknya konflik sosial yang kerap terjadi. Celakanya hal itu terjadi pada kondisi bangsa yang tengah mengalami keterpurukan akibat krisis multidimensi.

Untuk itu, kita perlu melakukan langkah-langkah konstruktif dan realistis terhadap situasi yang menggambarkan fenomena berkembangnya proses reduksi prinsip nasionalisme di Indonesia saat ini. Ada dua hal yang mungkin bisa kita lakukan secara konsepsional. Pertama, melakukan penguatan kembali bangunan nasionalisme generasi muda dengan wajah barunya yang lebih menarik dan kontekstual, yakni melalui pendidikan politik dalam upayanya melakukan pemantapan wawasan kebangsaan mereka, terutama guna melunakkan ancaman arus globalisasi.

Kedua, memberikan pencerahan bagi bangsa kita, khususnya generasi muda yang kini mengalami kegelisahan berkepanjangan akibat gejolak sosial politik bangsa yang terus berjalan tantpa arah yang jelas, sejak terjadinya perubahan radikal di segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai efek domino dari dinamika sosial politik di era reformasi sekarang. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: